DARI PEMULUNG MENJADI PEMILIK SWALYAN

Wahyu Samudra, lahir dari keluarga miskin di sebuah desa pedalaman Surabaya, la biasa dipanggil Wahyu. Kondisi keluarga yang miskin membuatnya tidak memiliki pendidikan sekolah yang memadai, la hanya mampu menamatkan sekolah hingga tingkat SMP saja.
Wahyu sangat sedih, karena ia tahu tidak bisa melanjutkan sekolahnya, yang ia cita-citakan ke jenjang yang lebih tinggi. 
Di usianya yang masih sangat muda, ia justru harus kehilangan kedua orang tuanya karena meninggal dunia.
Maka, sejak itulah, Wahyu menjadi anak yang tidak hanya kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya, tetapi juga tidak mendapatkan akses biaya untuk melanjutkan sekolahnya, sebuah keadaan yang tidak diinginkan oleh setiap anak.Wahyu tidak mempunyai pilihan agar ia bisa tetap hidup, terpaksa ia ikut orang merantau ke beberapa kota, meskipun tugasnya hanyalah menjadi kacung. 
Mungkin tidak tahan terus-menerus selalu disuruh-suruh, ia memilih pulang ke kampung halamannya.Setelah pulang kembali ke kampung halamannya, ia memilih profesi menjadi seorang pemulung. Mungkin itulah satu-satunya pekerjaan yang menurutnya pantas dilakukan oleh orang miskin seperti dirinya. Tidak mungkin ia berharap mendapat pekerjaan yang lebih baik mengingat dirinya hanyalah anak lulusan SMP.
Rumahnya yang berada di kawasan kumuh, dan hanya berjarak sekitar 600 meter dari tempat pembuangan sampah, menjadi alasan yang logis bagi Wahyu untuk melakoni pekerjaan itu. Maka, sejak hari itu ia memulai pekerjaannya sebagai pemulung.
Keseharian Wahyu sebagai pemulung adalah mengais sampah, mengumpulkan barang bekas lainnya, seperti plastik, kardus, dan beberapa barang bekas lainnya yang bisa ia manfaatkan.Dengan penuh ketekunan dan kesabaran sembari ia berharap dari pekerjaan itulah ia dapat mengais rezeki dari Allah. Setelah terkumpul, ia lalu menjualnya ke pengepul. Begitulah kehidupan Wahyu. Ada sedikit kelegaan karena dengan demikian, ia bisa bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
Waktu berjalan begitu cepat. Roda kehidupan terus berputar menyeret berbagai misteri yang tidak dapat di tebak oleh manusia. Wahyu adalah bagian dari perjalanan waktu tersebut. Meskipun bekerja sebagai seorang pemulung, ia tidak pernah mengeluh, putus asa, dan tak lelah berdoa.
Sebisa mungkin ia berusaha menguatkan imannya, menjaga ibadahnya, dan yang tak kalah penting ialah ia selalu istiqomah untuk melakukan shalat Taubat. Ya, shalat Taubat mengiringi perjalanan Wahyu karena ia merasa setiap hari tidak lepas dari dosa, maka itu ia selalu ingin bertaubat setiap harinya dengan melaksanakan sholat Taubat.
Roda kehidupan Wahyu yang berjalan menuju perubahan itu lambat laun mulai terasa, tepatnya ia berkenalan di dunia bisnis kecil-kecilan pada tahun 1994. Terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan, dengan segala perjuangan keras yang Wahyu lakukan untuk merintis bisnis ini, yang jelas Wahyu bisnis yang ditekuni bisa memberikan penghasilan yang sangat baik bagi Wahyu. Bahkan, lebih dari yang ia bayangkan.
Setelah yakin dengan pilihannya, Wahyu pun terjun dengan total dalam bisnis. la ikut berbagai macam training yang bisa memberikan banyak ilmu untuk bisnisnya. Dari mengikuti training itulah, muncul keyakinan kuat dalam diri Wahyu. Meskipun demikian, ia tidak pernah melupakan kebiasaannya melakukan shalat Taubat.Sedikit demi sedikit, semua yang Wahyu lakukan mulai menampakkan hasil yang gemilang. Jika pada awalnya ia hanya membuka satu warung (bisnis kelontong), saat ini telah membuka dua sekaligus, bahkan ia membutuhkan 2 karyawan karena tidak bisa menjalankan bisnisnya sendiri. Setelah itu, ia membuka dua warung lagi. Meskipun tergolong bisnis kecil-kecilan, tetapi 5 unit warung yang telah menjadi bukti perkembangan bisnis Wahyu.
Puncaknya, Wahyu berinisiatif untuk membuat sebuah mini market dan swalayan. Dengan kerja keras dan doa yang selalu “menggema” dalam hatinya. Akhirnya,terwujudlah”Swalayan Wahyu” yang menjadi satu-satunya swalayan terlengkap dan besar di sekitar kecamatan tempat ia tinggal.Sedikit demi sedikit, semua yang Wahyu lakukan mulai menampakkan hasil yang gemilang. Jika pada awalnya ia hanya membuka satu warung (bisnis kelontong), saat ini telah membuka dua sekaligus, bahkan ia membutuhkan 2 karyawan karena tidak bisa menjalankan bisnisnya sendiri. Setelah itu, ia membuka dua warung lagi. Meskipun tergolong bisnis kecil-kecilan, tetapi 5 unit warung yang telah menjadi bukti perkembangan bisnis Wahyu.
semoga yang membaca cerita ini bisa menjadi pembelajaran dan inggat allah tidak pernah tidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

COVID-19

Kisah Sukses Bittersweet by Najla, Pelopor Dessert Box di Indonesia

MANAJEMENT KEUANGAN